Al-Quran menceritakan kisah perjalanan Nabi
Musa bertemu seorang hamba Allah SWT yang soleh untuk mempelajari ilmu
daripadanya. Kisah ini telah dirakamkan di dalam surah al-Kahfi sepertimana
firman Allah SWT yang bermaksud:
“Lalu mereka dapati seorang dari
hamba-hamba Kami yang telah Kami kurniakan kepadanya rahmat dari Kami, dan Kami
telah mengajarnya sejenis ilmu; dari sisi Kami.” (Surah al-Kahfi, ayat 65)
“Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku
mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah
diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” (Surah al-Kahfi, ayat 66)
“Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan
sanggup sabar bersamaku.” (Surah al-Kahfi, ayat 67)
“Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar
atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?” (Surah al-Kahfi, ayat 68)
“Dia (Musa) berkata, “Insya-Allah akan
engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan
apa pun.” (Surah al-Kahfi, ayat 69)
“Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku,
maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku
menerangkannya kepadamu.” (Surah al-Kahfi, ayat 70)
“Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika
keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa
engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?”
Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.” (Surah al-Kahfi, ayat
71)
“Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan,
bahawa sesungguhnya engkau tidak akan manpu sabar bersamaku?” (Surah al-Kahfi, ayat
72)
“Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau
menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu
kesulitan dalam urusanku.” (Surah al-Kahfi, ayat 73)
“Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika
keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa)
berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh
orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” (Surah
al-Kahfi, ayat 74)
“Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan
kepadamu, bahawa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” (Surah al-Kahfi, ayat
75)
“Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya
kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan
aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan
dariku.” (Surah al-Kahfi, ayat 76)
“Maka keduanya berjalan; hingga ketika
keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh
penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mahu menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia
menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mahu, nescaya engkau dapat
meminta imbalan untuk itu.” (Surah al-Kahfi, ayat 77)
“Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku
dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang
engkau tidak mampu sabar terhadapnya.” (Surah al-Kahfi, ayat 78)
“Adapun perahu itu adalah milik orang
miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merosaknya, kerana di hadapan mereka
ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.” (Surah al-Kahfi, ayat 79)
“Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua
orang tuanya mukmin, dan kami khuatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya
kepada kesesatan dan kekafiran.” (Surah al-Kahfi, ayat 80)
“Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan
mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya
daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).” (Surah al-Kahfi, ayat
81)
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik
dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka
berdua, dan ayahnya seorang yang soleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya
sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari
Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemahuanku sendiri. Itulah keterangan
perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.” (Surah al-Kahfi, ayat
82)
Seperti yang disebut di dalam al-Quran
hamba Allah yang soleh ini, menurut sebahagian pandangan ulama ia merupakan
seorang wali iaitu lelaki yang soleh, dan menurut pandangan jumhur dan
kebanyakan ulama dia merupakan nabi yang digelar sebagai Khidir seperti yang
diceritakan
“Khidir” adalah nama gelaran. Nama “khidir”
berasal dari kata “al-khidir” yang bererti seseorang yang “hijau”.
Baginda Nabi SAW bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnya
dinamakan sebagai Khidir disebabkan apabila dia duduk di atas tanah yang putih
(yang kering dan tidak mempunyai tumbuhan), maka tanah yang tandus berubah
menjadi hijau dan subur (setelah dia duduk di atasnya) – (Hadis riwayat
al-Bukhari (3402)
No comments:
Post a Comment