Friday, 5 July 2024

MUSA HILANG SABAR KHIDIR BOCORKAN PERAHU

 
Al-Quran menceritakan kisah perjalanan Nabi Musa bertemu seorang hamba Allah SWT yang soleh untuk mempelajari ilmu daripadanya. Kisah ini telah dirakamkan di dalam surah al-Kahfi sepertimana firman Allah SWT yang bermaksud:
 
“Lalu mereka dapati seorang dari hamba-hamba Kami yang telah Kami kurniakan kepadanya rahmat dari Kami, dan Kami telah mengajarnya sejenis ilmu; dari sisi Kami.” (Surah al-Kahfi, ayat 65)
 
“Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” (Surah al-Kahfi, ayat 66)
 
“Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (Surah al-Kahfi, ayat 67)
 
“Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (Surah al-Kahfi, ayat 68)
 
“Dia (Musa) berkata, “Insya-Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” (Surah al-Kahfi, ayat 69)
 
“Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” (Surah al-Kahfi, ayat 70)
 
“Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.” (Surah al-Kahfi, ayat 71)
 
“Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahawa sesungguhnya engkau tidak akan manpu sabar bersamaku?” (Surah al-Kahfi, ayat 72)
 
“Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.” (Surah al-Kahfi, ayat 73)
 
“Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” (Surah al-Kahfi, ayat 74)
 
“Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahawa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” (Surah al-Kahfi, ayat 75)
 
“Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.” (Surah al-Kahfi, ayat 76)
 
“Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mahu menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mahu, nescaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” (Surah al-Kahfi, ayat 77)
 
“Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.” (Surah al-Kahfi, ayat 78)
 
“Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merosaknya, kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.” (Surah al-Kahfi, ayat 79)
 
“Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khuatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.” (Surah al-Kahfi, ayat 80)
 
“Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).” (Surah al-Kahfi, ayat 81)
 
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang soleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemahuanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.” (Surah al-Kahfi, ayat 82)
 
Seperti yang disebut di dalam al-Quran hamba Allah yang soleh ini, menurut sebahagian pandangan ulama ia merupakan seorang wali iaitu lelaki yang soleh, dan menurut pandangan jumhur dan kebanyakan ulama dia merupakan nabi yang digelar sebagai Khidir seperti yang diceritakan
 
“Khidir” adalah nama gelaran. Nama “khidir” berasal dari kata “al-khidir” yang bererti seseorang yang “hijau”.
 
Baginda Nabi SAW bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnya dinamakan sebagai Khidir disebabkan apabila dia duduk di atas tanah yang putih (yang kering dan tidak mempunyai tumbuhan), maka tanah yang tandus berubah menjadi hijau dan subur (setelah dia duduk di atasnya) – (Hadis riwayat al-Bukhari (3402)
 

No comments:

Post a Comment